Ironis sekali ketika tuan (baca: rakyat) menghamba kepada pelayannya (baca:elite). Di Indonesia, realitas seperti ini mudah ditemui.Bahkan menjadi menu sehari-hari dalam hubungan elite dengan rakyat. Gaya hidup mewah elite politik di Indonesia menjadi pembahasan akhir-akhir ini. Berbagai kritik datang dari kalangan masyarakat.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI adalah satu dari sekian banyak contoh yang dapat diangkat dalam pembahasan ini. Gaji seorang anggota DPR berkisar Rp51 juta setiap bulannya.Tapi sepanjang tahun 2010 DPR hanya dapat menyelesaikan 16 undang-undang dari 70 undang-undang yang ditargetkan.Padahal keberadaan undang-undang adalah hal krusial untuk menjamin hak rakyat.
Di sini, pelayan (elite) menipu tuan (rakyat) untuk membayar mahal kinerja mereka. Belum lagi, mobil-mobil mewah yang dikendarai oleh Dewan yang terhormat itu. Mobil bermerek Lexus RX270,Hummer HR atau Alphard dan Velfire mudah ditemui di parkiran mobil Gedung DPR.Harga mobilnya pun selangit,berkisar Rp500 juta–7 miliar.
Berfasilitas mewah belum tentu memiliki kinerja yang baik.Tak jarang dalam sidang DPR, terdapat selusin kursi kosong karena tidak diisi oleh sang empunya,Dewan terhormat itu bolos,lupa pada amanah rakyat.Kalaupun kursi di ruang rapat itu terisi,hanya ada dua kemungkinan,si pemiliknya menguap lebar lalu tertidur pulas atau bagi yang masih ada hati,mengikuti rapat dengan serius.
Sebuah ironi tentu saja ketika wakil rakyat hidup mewah, sedangkan masih ada rakyatnya yang mengais sampah mencari makanan. Sebuah aib pastinya ketika wakil rakyat ngotot jalanjalan ke luar negeri, sedangkan rakyat menderita kelaparan di dalam negeri.
Salahkah ketika Ponghardjatmo, seorang aktor era 1980-an ingin mengencingi mobil mewah sang Dewan saking geramnya, salahkah ketika ratusan mahasiswa turun ke jalan mempertanyakan sikap wakil rakyat tapi tidak merakyat?
Dalam lantunan Iwan Fals yang menjadi kenyataan yakni Wakil Rakyat bukanlah Paduan suara, bukan malah tidur saat rapat dalam hal gelar pendapat.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI adalah satu dari sekian banyak contoh yang dapat diangkat dalam pembahasan ini. Gaji seorang anggota DPR berkisar Rp51 juta setiap bulannya.Tapi sepanjang tahun 2010 DPR hanya dapat menyelesaikan 16 undang-undang dari 70 undang-undang yang ditargetkan.Padahal keberadaan undang-undang adalah hal krusial untuk menjamin hak rakyat.
Di sini, pelayan (elite) menipu tuan (rakyat) untuk membayar mahal kinerja mereka. Belum lagi, mobil-mobil mewah yang dikendarai oleh Dewan yang terhormat itu. Mobil bermerek Lexus RX270,Hummer HR atau Alphard dan Velfire mudah ditemui di parkiran mobil Gedung DPR.Harga mobilnya pun selangit,berkisar Rp500 juta–7 miliar.
Berfasilitas mewah belum tentu memiliki kinerja yang baik.Tak jarang dalam sidang DPR, terdapat selusin kursi kosong karena tidak diisi oleh sang empunya,Dewan terhormat itu bolos,lupa pada amanah rakyat.Kalaupun kursi di ruang rapat itu terisi,hanya ada dua kemungkinan,si pemiliknya menguap lebar lalu tertidur pulas atau bagi yang masih ada hati,mengikuti rapat dengan serius.
Sebuah ironi tentu saja ketika wakil rakyat hidup mewah, sedangkan masih ada rakyatnya yang mengais sampah mencari makanan. Sebuah aib pastinya ketika wakil rakyat ngotot jalanjalan ke luar negeri, sedangkan rakyat menderita kelaparan di dalam negeri.
Salahkah ketika Ponghardjatmo, seorang aktor era 1980-an ingin mengencingi mobil mewah sang Dewan saking geramnya, salahkah ketika ratusan mahasiswa turun ke jalan mempertanyakan sikap wakil rakyat tapi tidak merakyat?
Para tokoh politik merupakan orang orang yang pemikiranya selalu kedepan tanpa melihat kekiri atau kekanan bahkan seharusnya juga melihat kebelakang dalam arti melihat sejauh mana kemauan ataupun keinginan rakyat.
Memang bukan berarti kemauan rakyat semua terpenuhi namun untuk saat ini seharusnya 70% keinginan rakyat terkabulkan dan setiap tahun harus meningkat dalam penyerapan suara hati nurani Rakyat.
Selain itu, wakil rakyat harus menerima kritik dari masyarakat dan sanggup melepaskan kursinya saat rakyat sudah mengeluarkan mosi tidak percaya dengan catatat dibuktikan dengan dalih ataupun kenyataan fakta yang telah ada dan diproses secara hukum seperti masyarakat biasa.
"Jangan salahkan rakyat ketika mereka mengkritik,mencemooh,dan marah karena uang mereka dicuri oleh sekelompok pelayan yang mengaku diri sebagai tuan terhormat yang berperangai buruk."